Pentingnya Training Management Pada Franchisor – Apa yang terjadi bila customer merasakan perbedaan antara outlet franchisee dengan owned outlet franchisor yang pernah atau biasa ia kunjungi?
Customer A kesal karena sering harus menunggu lama di kasir suatu outlet franchisee, yang tidak pernah terjadi di outlet franchisor.
Customer B merasakan minuman favoritnya di outlet yang baru dibuka tidak seenak di oulet yang biasa ia kunjungi.
Customer C harus membuka pintu keluar sendiri dengan membawa belanjaan yang banyak, padahal di minimart franchisor pada situasi yang sama, pramuniaganya selalu ramah dan sigap dengan membantu membukakan pintu.
Bisa jadi customer-customer tersebut enggan kembali ke outlet franchisee, atau bahkan yang paling pahit, bukannya hanya mau kembali ke outlet franchisor tapi langsung pindah ke lain hati alias berpaling ke competitors yang sudah muncul dimana-mana.
Hal tersebut wajar terjadi pada customer yang merasakan berkurangnya level of satisfaction, apalagi bila setelah berkunjung ke tempat competitors segala sesuatunya dirasakan lebih baik dan memuaskan.
Pada situasi yang demikian, bukan saja income yang berkurang dari franchise dan berdampak pada franchisor, namun bisa mengakibatkan pula hilangnya brand image dari benak customer.
Yang perlu mendapat perhatian disini adalah bila penyebab kurang performnya franchisee karena kurang efektifnya training yang dilakukan oleh franchisor.
Kurang efektifnya training bisa ditimbulkan dari berbagai faktor, misalnya metoda pengajaran yang tidak tepat, trainernya kurang kompeten, kurangnya alat peraga, materi tidak tuntas, tidak adanya evaluasi training, dan lain sebagainya.
Mungkin saja franchisor sangat aware terhadap pentingnya training, namun pada persiapan, pelaksanaan, maupun evaluasinya masih sangat lemah.
Membiarkan hal ini terjadi akan berakibat repotnya franchisor sendiri, apalagi bila jumlah franchisee akan semakin bertambah.
Karenanya, penerapan training management yang efektif perlu mendapatkan perhatian khusus sejak awal, atau bila terlanjur berjalan perlu dikaji serta diadakan perbaikan dan penyusunan kembali.
Ada berbagai cara dalam penerapannya.
Salah satunya dengan menggunakan fungsi-fungsi yang terintegrasi pada Plan, Do, Check, dan Action (PDCA), dimana di dalamnya terkandung unsur pengendalian, perbaikan dan juga continuous improvement, yang mana akan sangat membantu franchisor menjalankan training yang cukup kompleks.
Fungsi-fungsi tersebut dengan fase-fase di dalamnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
PLAN
Bagaimana suatu perusahaan yang telah dirancang bertahun-tahun dan berjalan sukses harus mentransfer ilmu kepada franchisee dalam waktu yang relatif singkat, merupakan tantangan dalam membuat perencanaan training yang efektif, khususnya pada set-up awal training.
Ketiga fase di dalamnya harus dijalani, yaitu analysis, design dan development.
Pada fase Analysis, diawali dengan pemetaan proses bisnis dan bagian mana yang merupakan peran yang harus dijalani oleh franchisee.
Tercakup di dalamnya adalah fungsi-fungsi, prosedur, job profile, product/service, sehingga akan muncul kebutuhan trainingnya secara lengkap, baik aspek knowledge, skill maupun attitude.
Target trainee harus jelas atau siapa belajar apa, disesuaikan dengan kompetensi yang harus dimiliki.
Fase berikutnya adalah design yang meliputi objektif setiap lesson plan, termasuk penentuan metoda, sistematika, durasi, trainer, lokasi, standard evaluasi, dan peralatan.
Untuk memudahkan, biasanya menggunakan acuan pertanyaan dengan 5W 1H.
Fase terakhir disini adalah development, yaitu pengembangan lesson plan menjadi manual training atau lesson module yang nantinya digunakan sebagai acuan pada setiap pengajaran, siapapun trainernya.
Bila tahap set-up telah dilewati dan sistem terbentuk, plan pada proses training selanjutnya lebih sederhana dan berfokus kepada persiapan pelaksanaan, kecuali bila diperlukan perubahan atau pengembangan
DO
Walaupun hanya satu fase di sini, yaitu implementation berupa training delivery, namun perlu kerjasama serta komitmen yang tinggi dari berbagai fungsi dan tingkatan management dalam menjalankannya secara total dan tuntas sesuai dengan plan yang telah disusun.
Bila metoda yang direncanakan efektif, misalnya keseimbangan teori dan praktek pada on-site training serta pilihan trainer yang tepat, akan sangat membantu penyerapan materi oleh peserta training dari franchisee.
CHECK
Memeriksa apakah pelaksanaan training berjalan sesuai rencana merupakan inti dari fase evaluation pada fungsi ini.
Evaluasi dilakukan terhadap dua aspek, yaitu pada pelaksanaan training itu sendiri dan penilaian tingkat penyerapan dari peserta terhadap materi.
Yang terakhir ini biasanya berupa test pada akhir sesi atau observasi pada saat simulasi.
Hal ini penting mengingat mereka yang akan menjalankan operasional franchisee, sehingga penguasaan pekerjaan lebih diutamakan.
ACTION
Bila terjadi penyimpangan antara rencana dengan pelaksanaan atau hasil perlu dicari akar permasalahannya untuk kemudian diambil tindakan perbaikan, atau pada fase ini disebut dengan corrective action.
Pelaksanaannya bisa langsung, seperti mengadakan re-training dengan fokus materi tertentu yang menjadi titik lemah, atau diterapkan pada pelaksanaan training berikutnya.
Sedangkan bila segala sesuatunya berjalan seperti rencana dan untuk berikutnya akan dilakukan pembaharuan, modifikasi atau langkah antisipasi, bisa dimasukkan dalam fase improvement.
Tujuannya adalah agar standard yang sudah terbentuk dapat terus ditingkatkan kualitasnya.
Uraian di atas hanya merupakan gambaran singkat inti dari training management secara umum.
Pendalamannya tergantung kompleksitas bidang bisnis dan seberapa jauh uniqueness dari konsep bisnis perusahaan franchisor.
Selanjutnya, fungsi-fungsi pada training management tersebut hendaknya bukan saja diberlakukan pada setiap program initial training yang mencakup segala aspek mengenai produk/jasa dan operasionalnya agar franchisee dapat segera berjalan, namun juga pada program ongoing training yang bisa diberikan setiap saat oleh franchisor.
Hal ini karena pada ongoing training sifatnya berupa pengembangan, seperti produk/jasa baru, program pemasaran, pengembangan sistem, dan lain-lain, sehingga memerlukan kesiapan training yang lebih fokus dan teroganisir dengan baik.
Kelancaran jalannya kedua jenis program training tersebut akan semakin menimbulkan kepercayaan franchisee kepada franchisor seperti kepercayaannya pada awal menjatuhkan pilihan pada franchisor, bahwa bukan saja bisnis yang bagus, namun juga dukungan dan komitmen penuh dalam training yang diwujudkan dengan training management yang baik.