Anda tentu tidak asing lagi dengan teknologi perahu bertenaga surya. Perahu yang didesain khusus sehingga tak lagi mengandalkan solar atau listrik dari PLN sebagai bahan bakarnya, namun dari panel-panel surya yang terpasang di atas perahu. Banyak penelitian yang dilakukan oleh beberapa instansi pendidikan terkait perahu ramah lingkungan ini, seperti ITS, Ubaya hingga SMKN 1 Kuta, Bali. Hanya saja semuanya masih berbetuk prototype sehingga belum dirasakan secara luas manfaatnya. Namun Anda jangan pesimis dulu, karena beberapa karya anak bangsa ini patut diacungi jempol karena telah memenangkan sejumlah kompetisi di luar negeri. Sebut saja kapal jalapatih III karya mahasiswa ITS yang membawa kemenangan dari Belanda. Selain itu, beberapa prototype juga digunakan di beberapa tempat wisata di Bali untuk mengantar wisatawan.

Menurut salah satu punggawa pembuatan kapal bertenaga surya Ubaya yakni Chandra menerangkan bahwa mekanisme terbentuknya tenaga surya ini diawali dengan pengubahan sinar matahari ke tenaga listrik oleh panel surya dan kemudian ditampung dalam baterai khusus yang memiliki kapasitas 7 kilowatt. Selanjutnya tenaga listrik yang dalam hal ini sebagai bahan bakar kapal akan memutar propeller atau baling-baling kapal sehingga kapal bisa bergerak.
Jika para mahasiswa dan siswa ini masih berkutat pada prototype dan belum bisa digunakan melaut, maka nelayan pesisir pantai utara pulau Jawa, yakni Lamongan telah membuat dan menggunakannya secara swadaya. Bukanlah isu ramah lingkungan yang diusung melainkan memang kebutuhan. Menurut mereka, penggunaan panel surya ini membuat mereka lebih hemat. Tidak hanya karena tidak perlu lagi mengisi aki di warung pengisian aki dengan harga Rp. 15.000/ aki namun juga aki bisa tahan lebih lama dan tidak mudah rusak karena sering dibongkar pasang. Meskipun di awal mereka harus keluar modal sekitar 2 juta rupiah namun ini sebanding dengan daya dan ketahanannya. Apalagi menurut mereka, sekarang sudah ada montir yang mumpuni di bidang ini sehingga mereka tak perlu belajar untuk pemasangnnya lagi.
Inilah yang disebut dengan teknologi tepat guna. Penelitian memang perlu dilakukan, namun harus berkerjasama dengan kelompok nelayan/ masyarakat sehingga apa yang diteliti bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Tidak hanya menjadi angan dan menjadi hiasan dalam berita.